Masihkah kita rasionalis ?
Tata Azzahra Salsabila Rosie
UIN Raden Fatah Palembang
Masihkah
kita rasionalis ?
Sebagai salah satu mahasiswa yang melegalkan ijazah
strata satunya di jurusan filsafat yang menurut sebagian masyarakat adalah hal
yang tabuh, banyak asumsi-asumsi yang mengandung nilai mitos terhadap filsafat
yang sering dikira “sesat” dari ajaran agama. Dalam realitanya tidak demikian,
filsafat adalah mother of science, ini terbukti dari sejarah awal ilmu
pengetahuan, negara Yunani menjadi saksi ilmu pengetahuan lahir dan berkembang
disana banyak filsuf-filsuf lahir dan mulai menggunakan kemampuan yang Tuhan
berikan dan sangat luar biasa dalam hidup, anugrah itu adalah ‘Akal’.
Munculnya ilmu-ilmu yang sudah terspesifikasi semisal,
matematika, logika, bahasa, matematika, geografi,sosiologi, fisika, kimia,dan
seni adalah bukti nyata keterlibatan filsafat didalamnya. Apakah semua itu
muncul tanpa adanya kesadaran untuk berfikir ? Untuk pertanyaan itu penulis
akan mengajak anda menelusuri paham yang paling penting dalam memulai
berfilsafat paham itu adalah rasionalisme.
Munculnya faham rasionalisme ini adalah kritik yang
sangat bertolak belakang terhadap aliran sebelumnya yaitu empirisme antara lain tokohnya yaitu
david hume. Empirisme sendiri adalah salah satu aliran filsafat yang mengklaim
sumber pengetahuan(epistimologi) itu bersumber dari panca indra atau
pengalaman.
Rasionalisme
menganggap sebaliknya bahwa
sumber pengetahuan itu berasal dari akal. Titik
fokus sumber pengetahuan dalam aliran ini adalah kemampuan akal dalam
melakukan penalaran. Aliran ini memiliki konsep yaitu meragukan segala sesuatu
hingga akal mampu menganalisis suatu hal yang mereka ragukan itu hingga
akhirnya meyakininya. Dalam rasionalisme itu sendiri terbagi menjadi dua
macam , yaitu
1) dalam bidang agama, Dalam bidang agama
rasionalisme adalah lawan autoritas, biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran
agama.
2) dalam
bidang filsafat. Dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme
dimana rasionalisme berpendapat bahwa sebagian dan bagian penting pengetahuan
datang dari penemuan akal. Contoh yang paling jelas ialah pemahaman kita
tentang logika dan matematika yang sangat berguna bagi teori pengetahuan.
Tetapi apabila kita melihat lebih dalam, ada anomali yang
harus disangga pada pandangan rasionalisme dalam bidang agama, keyakinan
penulis akan agama Islam , tentu sangat terlihat jelas perbedaan pemahaman yang
berbeda. Penulis meyadari rasionalisme muncul sebagai perlawan terhadap agama
gereja yang otoritas, rasionalisme muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap
dogma-dogma gereja yang tak masuk akal. Dalam pandangan penulis berfikir
filsafat sama halnya dengan berfikir rasional, berfikir rasional mutlak
diperlukan dalam berfilsafat. Maksudnya rasional disini mengandung arti bahwa bagian-bagian
pemikiran berhubungan satu sama lain secara logis. Dalam Al-Qur’an terdapat
banyak ayat yang mendorong agar banyak berfikir dan mempergunakan akalnya. Beberapa
diantaranya
11.
Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma,
anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
12. dan Dia menundukkan
malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu
ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya),
111.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Jelaslah bahwa, kata-kata yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an diatas
mengandung anjuran dan mendorong umat Islam menggunakan Akalnya dalam memahami
kalam Allah swt, jadi rasionalitas dalam bidang agama Islam tentunya sebagai
alat pendorong untuk meyakinkan keimaman yang disesuaikan secara logis. Dengan
kata lain filsafat atau rasionalisme tidak pernah bertentangan dengan agama.
Ketebatasan akal terhadap suatu hal di luar nalar lah yang mengantarkan manusia
pada kebutuhan wahyu dalam agama, filsafat sebagai penguat dalil agama, agar
kita dapat mengambil hikmah dari kalam Allah, ini sangat berbeda apa yang
dikatakan salah satu sumber bahwa dalam bidang agama rasionalisme digunakan
untuk menentang ajaran agama.
Selanjutnya, penulis berasumsi dalam realitas sosial
adanya banyak persoalan-persoalan sosial yang menempel dalam filsafat sosial.
Jika dikaitkan maka dalam pembahasan persoalan realitas memiliki urgensi
kemanfaatan yang bernilai ‘hikmah’ dalam agama dan kehidupan dunia sosial. Kembali
pada bagaimana perkembangan dapat dilihat dari latar belakang munculnya aliran
rasionalisme bahwasannya masyarakat paa abad pertengahan mengalami kejolak
kemajuan yang luar biasa yang merubah paradigma berfikir banyak masyarakan
dimana rasionalisme diawali dengan gerakan perubahan atau disebut Era Aufklarun (abad pencerahan),
ini mencerminkan kepercayaan akan kemajuan optimisme polos bahwa umat manusia
semakin maju ke arah rasinonalitas dan kesempurnaan moral, dan bahwa
kedua-duanya itu, yaitu rasionalitas dan kesempurnaan moral berhubungan erat
satu sama lain.
Komentar
Posting Komentar